CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Bismillaahirrahmaanirrahiimm...

Bismillaahirrahmaanirrahiimm...

Laman

Sabtu, 18 Februari 2012

KUCING YANG HILANG

By: Dian Anjar Kurniawati
Di sebuah komplek perumahan,  banyak sekali yang mempunyai hewan piaraan. Kebanyakan para penghuni komplek memelihara anjing atau kucing. Salah satunya Abel. Abel tinggal di blok D. Ia mempunyai 3 ekor kucing di rumahnya. Namun, kucing  kesayangannya bernama Merly.
            Merly adalah seekor kucing perempuan. Bulu Merly berwarna putih lorek kuning. Di lehernya terdapat kalung berliontin A. Abel yang memasang kalung itu agar mudah ditandai. Merly merupakan kucing yang paling lucu dan manja dari semua kucing Abel.
            Tapi, sejak 2 hari yang lalu, kucing Abel hilang.Abel bingung dan selalu murung karena Merly belum juga ditemukan. Padahal, sudah berkali-kali Abel mencarinya. Abel pun sedih.
            “Sudahlah, Bel! Kamu jangan bersedih terus! Nanti, ayah akan membelikan kucing lagi.” Hibur Ayah.
            “Nggak! Nggak mau! Pokoknya Abel akan terus mencari Merly sampai ketemu.” Jawab Abel kesal.
            Selalu begitu jawab Abel setiap ayahnya membicarakan hal itu. Hingga akhirnya ia berniat mengajak Dera untuk membantunya mencari kucingnya. Ia pun datang ke rumah Dera.
            “Assalamu’alaikum …! Dera…!” panggil Abel.
            “Wa’alaikumsalam! Eh, Abel! Ada apa? Ayo masuk dulu!” ajak Dera sambil membuka pintu.
            “Eh, Dera! Kamu tahu Merly kan?” tanya Abel.
            “Merly? Hmmm… Oh, ya kucing kamu yang lorek kuning putih kan? Terus pakai kalung yang liontinnya A itu kan?” tebak Dera.
            “Iya! Betul. Kamu bisa nggak, bantu aku nyari Merly?” tanya Abel.
            “Itu, Merly ada di rumah Rama, temanku. Rumahnya di blok H. Tapi, aku nggak hafal jalannya. Apa begini saja, kita ke rumah Vischa saja! Dia tahu rumahnya Rama.” Jelas Dera.
            “Kamu tahu dari mana kalau kucingku ada di rumah temanmu?” tanya Abel.
            “Kemarin aku main ke rumahnya, lalu dia cerita kalau dia baru saja menemukan seekor kucing. Lalu dia mengajak aku dan Vischa melihat kucing temuannya. Oh iya, ayo kita berangkat! Ayo naik sepedaku saja biar cepat!” cerita Dera.
            Dera pun berlari ke belakang untuk mengambil sepedanya. Kemudian Dera membonceng Abel dan pergi ke rumah Vischa. Selang 10 menit, mereka datang di rumah Vischa.
            “Assalamualaikum ! Vischa !” panggil Dera.
            “Waalaikum salam ! Eh, Abel, Dera ! Ayo masuk!” ajak Vischa.
            “Cha, maksudku ke sini aku mau minta tolong sama kamu. Kamu tahu rumah Rama kan? Kalau tahu, antarkan kita ke rumahnya, dong! Soalnya Abel mau ambil kucingnya di rumah Rama. Itu lo, kucing yang baru ditemukan sama Rama.” Kata Dera.
            “Oh! OK! Kita ke sana sekarang!” ajak Vischa
            Abel, Dera, dan Vischa pun segera berangkat ke rumah Rama. Namun, mereka tidak naik sepeda, karena jaraknya dekat.
            “Assalamualaikum! Rama!” panggil Vischa.
            “Waalaikum salam! Eh, kalian! Ayo masuk!” ajak Rama.
            “Oh, ya, kenalin, namaku Abel. Katanya kamu habis nemuin kucing. Boleh aku lihat kucingnya?” tanya Abel.
            Rama pun mengajak Abel, Dera, dan Vischa ke tempat kucing-kucingnya berada. Rama juga menceritakan tentang kucing itu sambil berjalan ke taman tempat kucing-kucingnya berada.
            “Merly! Kamu itu sukanya lari aja. Sudah seminggu aku nyariin kamu tahu. Dasar kucing nakal!” kata Abel pada kucingnya.
            “Lho, itu kucingmu?” tanya Rama yang keheranan.
            “Iya, ini kucingku. Seminggu yang lalu dia hilang.” Jawab Abel.
            “Oh ya, makasih ya udah ngrawat kucingku. Makasih juga Dera, Vischa. Tanpa kalian, mungkin kucingku belum ketemu. Makasih ya!” ucap Abel dengan girang.
            “Sama-sama” jawab Rama, Dera, dan Vischa serempak.
            “Lain kali jaga kucingmu! Jangan biarkan dia berkeliaran!” pesan Rama.
            Abel, Dera, dan Vischa pun pulang. Abel senang sekali karena kucingnya sudah ketemu. Begitu pula Dera dan Vischa. Mereka senang karena bisa membantu Abel mencari kucingnya.
            Sejak saat itu, Abel lebih rajin lagi menjaga kucing-kucingnya. Ia tidak ceroboh lagi dalam menjaga kucingnya.

ARTI PERSAHABATAN

Karya: Irna Amelia M.
            Di pagi yang cerah, seusai sarapan seperti biasa aku berangkat sekolah dengan mengayuh sepeda lamaku. Sesampainya di sekolah, aku meletakkan tasku di sebelah Stella. Sebelum bel berbunyi, aku dan sahabatku berbincang-bincang mengenai pengalaman ketika berlibur.
“Kemarin aku dan keluargaku pergi berlibur ke Bali. Di sana aku bermain pasir di Pantai Kute.” jelas Melodi.
“Kalau aku kemarin bertamasya ke Disney Land Hongkong. Kalau kamu ke mana, Ratu?” tanya Stella.
 “Aku sih cuma di rumah membantu Ibuku.” jawabku.
            Tett… bel masuk berbunyi. Pelajaran yang pertama adalah Matematika. Jujur, aku memang suka sama pelajaran Matematika. Kata Mam Oliv (guru matematika) aku memang sangat pandai dalam pelajaran Matematika. Tiba-tiba Mam Oliv memanggilku.
“Ratu,, sini..” panggil Mam Oliv padaku.
“Baik, Mam…” sahutku sambil berjalan menuju Mam Oliv.
“Ratu, kamu terpilih untuk mewakili sekolah kita dalam Olimpiade Matematika antar sekolah. Mulai nanti malam kamu harus belajar, karena olimpiade itu akan diadakan besok pagi.” jelas Mam Oliv.
“Oke, Mam..” jawabku sambil menunjukkan raut wajah yang gembira karena dari 400 murid hanya aku yang dapat terpilih mewakili sekolahku.
Lalu aku kembali duduk ke bangkuku. Melodi dan Stella tak henti-hentinya memberikan semangat untukku. Sejak itulah aku mulai giat belajar.
Singkat cerita aja ya..
Tett.. Bel pulang sekolah berbunyi. Aku segera mengambil sepedaku yang ku parkir di halaman sekolah. Aku tak sabar segera belajar untuk olimpiade besok. Eh,  tiba-tiba aku merasa ada yang aneh dengan sepedaku. Ketika aku menoleh ke bawah, ternyata benar. Rantai sepedaku hilang. Aku tanya sama teman-temanku tidak ada yang mau mengaku. Huh.. Akhirnya aku terpaksa pulang sekolah dengan menuntun sepeda lamaku ini. Perjalanannya kira-kira sekitar 2 km lagi.
“Dasar sepeda reot.. merepotkan saja!” keluhku di perjalanan.
            Sesampainya di rumah, aku membanting sepedaku begitu saja di depan pagar. Brakk… Lalu Ibu mendengarnya dan memarahiku.
“Ratu, kenapa kamu membanting sepeda itu? Kamu kira itu belinya pake daun apa? Kalau kamu sidah tidak butuh sepeda itu ya sudah, mulai besok kamu jalan kaki saja!” omel Ibu.
Aku hanya tertawa kecil dan segera ganti baju di kamar.
            “Dasar anak bandel !!” kataku dalam hati menyindir diriku sendiri.
            Dari siang sampai malam tak henti-hentinya aku membaca buku-bukuku utuk olimpiade besok sambil mendengarkan lagu melalui headset. Sampai-sampai aku lupa makan siang dan makan malam. Sekitar pukul 19.30 ibu mengetuk pintu kamarku.
           “Ratu, Ratu masih marah ya sama Ibu? Maafkan Ibu tadi siang ya.. ayo sekarang Ratu makan malam dulu.. Nanti sakit lho..” rayu Ibu.
           “Nggak kok, Bu. Ratu nggak marah sama Ibu. Ratu makan malamnya nanti aja ya, Bu. Ratu masih belajar untuk Olimpiade Matematika besok” pintah ku dari dalam kamar.
           “Ya sudah kalau Ratu masih belajar. Tapi janji lho ya, nanti malam makan.” tanya Ibu.
           “Iya, Bu..” jawabku .
            Tiba-tiba aku ketiduran di meja belajarku hingga larut malam. Akhirnya, aku lupa deh nggak makan malam.
            Kukuruyukk… Ayam jantan berkokok. Terik matahari menyinariku. Tiba-tiba kepalaku terasa berat. Mataku berknang-kunang. Entah kenapa, tiba-tiba aku terjatuh dari kursi yang kududuki dan kepalaku terbentur ujung meja. Darah mengucur dari ubun-ubunku. Aku langsung pingsan. Ibuku yang awalnya mau membersihkan kamarku secara spontan kaget setelah melihat aku terjatuh.
            “Ayah,,,, Ra..Ratu jatuh, Yah.. Kepalanya berdarah.” teriak Ibu.
            Lalu Ayah segera masuk ke kamarku dan segera membawaku ke rumah sakit agar mendapat pertolongan.
            Ketika tiba di rumah sakit, dokter tersebut berkata bahwa aku kehabisan darah dan membutuhkan donor darah segera. Ayah dan Ibu menjadi kebingungan. Dan aku pun merasa sedih karena telah gagal mengikuti olimiade matematika dan telah merepotkan ayah dan ibu.
           


Ketika aku sudah sadar, sekitar jam 1 siang, tepatnya ketika teman-temanku pulang sekolah, tiba-tiba Stella dan Melodi datang menjengukku.
“Hai, Ratu.. Maaf jika kami mengganggu istirahatmu. Dengar-dengar kamu habis kebentur meja ya? Terus gimana keadaanmu sekarang?” tanya Melodi dengan risau.
“Iya, gak papa kok.. Katanya dokter, aku membutuhkan donor darah sekarang juga…” jawabku..
“Ooo…  emang golongan darah mu apa sih?” tanya Stella.
“Golongan darahku O..” jawabku lagi.
“Ok,, beres…” kata Stella dan Melodi.
Lalu Stella dan Melodi berbisik-bisik di depan kamar rumah sakitku. Tak lama kemudian dokter tersebut berkata pada Ibu bahwa aku harus segera mendapatkan donoran darah.
Sekitar 2 jam kemudian, dokter tersebut kembali masuk ke kamarku. Katanya, darah yang aku butuhkan sudah ditemukan. Aku bingung, siapa yang telah menyumbangkan darah tersebut.
            Tidak lama setelah dokter menyuntikkan darah yang telah disumbangkan kepadaku tersebut, aku bertanya kepada dokter itu.
“Dok, kalau boleh tau, siapa ya yang menyumbangkan darah tersebut kepada saya? Karena saya harus berterima kasih padanya..” tanya ku.
“Sudahlah, tidak usah dipikir. Lagian si penyumbang juga tidak mau memberi tahu kan hal ini kepada siapa-siapa. Yang penting adik sehat.” Jawab Dokter yang kurang memuaskan.
“Baiklah kalau begitu.” jawabku dengan agak sedikit penasaran.
Akhirnya, keadaanku berangsur-angsur memulih. Aku dan Stella diajak masuk ke dalam kamarnya. Lalu, aku meliahat ada selembar kertas di bawah bantal Melodi. Ketika Melodi megambilkan minum, tanpa sengaja aku membacanya. Inti dari kertas tersebut adalah, tentang penyumbangan darah yang dilakukan oleh Melodi kepadaku. Aku terkejut setelah membaca isi kertas tersebut.
“Melodi, jadi kau yang telah menyumbangkan darah padaku?” tanya ku.
“Mmm… Eh, silahkan diminum dulu es nya..” jawab Melodi sambil mengalihkan pembicaraan.
“Melodi, jangan mengalihkan pembicaraan. Kau kan yang telah memberi darahmu kepadaku?” tanyaku lagi dengan mata berkaca-kaca.
             Lalu, aku tak tahan menahan air mata ku. Aku memeluk erat Melodi dan Stella sambil berkata,
“Terimakasih sobatku… Kau t’lah menyelamatkan nyawaku… Entah aku harus membalas kalian bagaimana..”
“Iya, sama-sama.. kami ikhlas kok menolongmu.. Yang kami inginkan hanya agar kamu sehat, dan bisa main bareng kita lagi..” jawab Melodi.